Jakarta (30/9/23), bertempat di kantor MUI Pusat Jakarta telah dilaksanakan lokakarya untuk membahas draft fatwa MUI mengenai perubahan iklim yang dihadiri oleh unsur pemerintah, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil. Unsur pemerintah diwakili oleh KLHK, Dinas Lingkungan Hidup Jakarta dan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), unsur Akademisi dari diwakili IPB dan Pusat Pengajian Islam (PPI) UNAS dan unsur organiasi masyarakat sipil koalisi hadir organisasi pengusul fatwa yaitu Mandala Katalika Indonesia (Manka), EcoNusa dan Ummah4Earth, bersama dengan Celios dan Dialogue Development Asia (DDA). Tujuan workshop ini adalah untuk memaparkan dan penjaringan masukan draft fatwa yang sedang disusun oleh komisi fatwa.
Pada acara pembukaan, Juliarta Bramansa Ottay selaku Direktur Manka, menyatakan bahwa Indonesia sebagai negara peringkat 9 dengan tingkat emisi tertinggi dan memiliki peranan penting dalam menjaga iklim secara global. Dalam 5 bulan terakhir, Manka secara aktif telah mendukung rangkaian kegiatan dalam perumusan fatwa ini yaitu, dimulai dari paparan awal usulan fatwa, kunjungan lapangan ke Kalimantan Tengah dan Riau untuk pengumpulan bukti dan penggalian informasi dampak perubahan iklim di lapangan.
Hadir sebagai narasumber dalam workshop ini adalah Sekretaris Jenderal Dit.Jen Pengendaloan Perubahan Iklim (PPI) KLHK, Bapak Agus Rusli dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Kyai Mifta Huda. Bapak Agus Rusli dalam paparannya yang berjudul “Tantangan Indonesia Dalam Pencapaian NDC”, menyatakan pemerintah Indonesia telah menetapkan target kontribusi nasional dalam pengurangan emisi dari 5 sektor dan telah dirinci setiap kegiatan untuk aksi mitigasi aksi penurunan emisi. Di luar itu, adanya dukungan dan kolaborasi dari berbagai pihak sangat diperlukan dalam upaya penurunan emisi, termasuk upaya ditingkat pribadi dan komunitas.
“Saya pribadi sudah berkomitmen selalu menggunakan sepeda untuk menghadiri kegiatan dalam radius 5 Km,”ujar Bapak Rusli.
Paparan dari Kyai Mifta Huda dari Komisi Fatwa MUI, menyampaikan bahwa draft fatwa yang disampaikan berjudul “Hukum Pengendalian Perubahan Iklim” yang memuat definisi, pertimbangan dan pokok isi fatwa yang terdiri dari pencegahan deforestasi yang tidak terkendali, pembakaran bahan bakar fosil yang berlebihan, penggunaan energi yang tidak efesien, pola konsumsi yang berlebihan, pembuangan limbah yang tidak terkelola dan lain sebagainya. Secara umum pokok isi fatwa tersebut sudah mencakup semua sektor sumber emisi.
Dalam tanggapan, Kyai Darwis dari Komisi fatwa MUI menyatakan bahwa perubahan iklim ini sudah tidak dapat dicegah, tetapi bagaimana usaha secara kolektif untuk meminimalisir dampak dengan inovasi strategi-strategi baru. Sedangkan Dr. Fachrudin Mangunjaya dari Pusat Pengajian Islam UNAS, memberikan tanggapan proses penyusunan fatwa ini adalah momentum yang baik dimana dua COP UNFCCC terakhir dilaksanakan di dunia Arab yaitu Mesir dan Uni Emirat Arab.
“Fatwa ini akan menjadi highlight di tingkat global bagaimana masyarakat Islam di Indonesia dapat berkontribusi terhadap berbagai aksi perubahan iklim dan mungkin fatwa ini akan menjadi fatwa pertama di dunia mengenai perubahan iklim”, sambung Dr. Fachrudin Mangunjaya. Potensi masyarakat Islam sangat besar dimana kita memiliki 300.000 masjid dan 39.000 pesantren yang akan berkontribusi dalam berbagai aksi mitigasi dan bagaimana praktek-praktek dalam masjid dan pesantren ini nanti akan masuk dalam registry nasional.
Tanggapan dari Prof. Bambang Hero Saharjo, karena judul fatwa ini merupakan pengendalian iklim maka perlu didefinisikan kembali makna pengendalian yang mencakup tiga aspek yaitu pencegahan, aksi pengurangan dan tindakan atas aksi tersebut. Tanggapan lain dari Dr. Maryamah (Komisi Fatwa), mengusulkan perubahan judul menjadi pedoman pengendalian perubahan iklim agar lebih teknis untuk disampaikan ke masyarakat luas. Anggota komisi fatwa, Kyai Zafrullah dalam tanggapannya menyatakan kita perlu mengkaji dan memasukkan konsep thaharah dalam fatwa ini untuk mentransformasi kebersihan di tempat ibadah menjadi bersih di semua tempat publik.
Tanggapan lain terkait dengan struktur fatwa, Cindy Simangunsong dari EcoNusa mengusulkan poin fatwa dipilah berdasarkan sumber emisi, Dr. Hayu Prabowo mengusulkan dikelompokkan berdasarkan kebutuhan manusia yaitu pangan, air dan energi, sedangkan Eko Nugroho dari KLHK dikelompokkan berdasarkan sektor yang ada di target NDC Indonesia. Ibu Rina Suryani dari Dinas Lingkungan Hidup menyampaikan dukungan dan apresiasi terhadap rencana fatwa ini dan sudah ada kerjasama dengan lintas agama dalam aksi mitigasi iklim di Jakarta. Bapak Budi dari BRGM menyarankan selain tindakan yang dilarang juga memuat tindakan yang dianjurkan dalam mitigasi perubahan iklim. Sedangkan M. Dzar Azhari dari Celios menyarankan memasukkan sektor pendidikan dalam uraian fatwa.
Dalam penutupannya Kyai Mifta menyatakan bahwa semua masukan dalam fatwa ini telah dicatat oleh Komisi Fatwa dan akan didiskusikan dalam rapat pleno anggota komisi fatwa. Sebagai tambahan, Kyai Abdulrahman Dahlan, kategori sasaran dan bentuk tindakan dalam fatwa ini akan dikaji lagi. Secara umum, para pihak menanggapi positif terhadap inisiatif penyusunan fatwa perubahan iklim dan diharapkan menjadi motor gerakan moral dalam aksi mitigasi iklim di tingkat masyarakat.