Implementasi pemetaan kesiapan daerah terkait lembaga iklim dan lingkungan di daerah sudah mulai dilaksanakan oleh lembaga mitra pelaksana di 5 Provinsi dimulai dengan Aceh, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, dan Riau. Dalam kurun waktu 2 bulan, sampai dengan Januari 2024, pemetaan akan dilakukan setidaknya dalam 2 kali putaran diskusi kelompok yang melibatkan para pihak yang relevan dan terkait dengan sektor iklim dan lingkungan.
Lima lembaga, Gerak Aceh, Aman Sulawesi Selatan, Borneo Nature Foundation, Perkumpulan Elang dan LBBT secara berurutan sudah melakukan putaran pertama Diskusi Kelompok Terpumpun (FGD) untuk mengidentifikasikan faktor-faktor dan aktor-aktor yang berperan dan berpengaruh untuk mewujudkan kelembagaan iklim dan lingkungan di masing-masing provinsi. Harapannya pemetaan di setiap provinsi dapat melibatkan peserta yang sesuai dengan identifikasi lembaga mitra pelaksana dan dapat menemukan faktor, aktor, dan tujuan besar yang spesifik sesuai dengan karakter dan tipologi masing-masing provinsi.
Bekerja sama dengan Bappeda Provinsi Aceh, GeRAK Aceh melakukan FGD putaran pertama pada 8 Desember 2023 melibatkan 21 orang dari OPD, NGO, Akademisi dan perwakilan sektor swasta. Pemetaan ini dinilai sangat relevan mengingat Aceh saat ini sedang menyusun proposal Result Based Payment. Dari peserta perwakilan organisasi pemerintah daerah, diperoleh informasi bahwa Aceh saat ini sudah memiliki Rencana Induk dan Peta Jalan Pertumbuhan Hijau Aceh Tahun 2020-2050 dan Qanun yang mendukung Aceh Hijau. Dari FGD pertama, faktor-faktor muncul diantaranya terkait dimensi kelembagaan yakni tata kelola termasuk pentingnya integritas kepala daerah, kapasitas kepala daerah untuk memahami kebijakan yang ada, dan adanya kebutuhan untuk melengkapi kebijakan yang sudah ada dengan instrumen turunan. Akademisi adalah peserta yang paling aktif memberikan pendapatnya.
Pemetaan Provinsi Sulawesi Selatan dilakukan Aman Sulsel pada 12 Desember 2023 bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi yang turut membersamai FGD sekaligus memberikan penjelasan awal kepada peserta sekaligus memberikan konteks pemetaan. Dari Aceh yang lebih dahulu melakukan FGD, kami belajar bahwa belum semua peserta FGD memiliki pemahaman dan informasi yang sama terkait kelembagaan iklim yang ada saat ini ada di tingkat nasional sehingga pemanasan topik sebelum FGD sangat penting dilakukan. Aman Sulsel menggunakan alat bantu FGD yang menarik dan kemudian menjadi praktek baik atau contoh untuk mitra lain. Hal ini adalah salah satu upaya Aman Sulsel untuk mempertahakan kehadiran peserta yang tidak terbiasa mengikuti FGD dengan metode yang ideal.
Bekerjasama dengan Forum DAS dan Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah, BNF menggelar diskusi identifikasi faktor dan aktor pada 11-12 Desember 2023. Dari pertemuan tersebut, diperoleh informasi bahwa saat ini Kalimantan Tengah sudah mulai membentuk 3 kelompok kerja dengan nama sementara Pokja REDD dan masih dalam tahap proses menunggu Surat Keputusan dari Gubernur. Selain itu saat ini Kalimantan Tengah sudah memiliki SK Gubernur Kalimantan Tengah No. 188.44/349/2023 tanggal 11 September 2023 tentang Tim Pelaksana Percepatan Indonesia’s Forestry And Other Land Use Net Sink 2030 bisa menjadi referensi dalam kajian kelembagaan tingkat provinsi, serta sudah ada forum multi stakeholder dan beberapa dokumen termasuk safeguard dari program REDD+ terdahulu.
Perkumpulan Elang menggelar FGD pemetaan melibatkan 2 Kabupaten penyangga yuridisksi Semenanjung Kampar Kerumutan yaitu Kabupaten Siak dan Kabupaten Pelalawan pada 14 Desember 2023. Peserta melibatkan OPD, Akademis, CSO dan juga sektor swasta, dimana perwakilan dari sektor swasta menjadi peserta yang sangat aktif memberikan masukan di luar sektornya. Perkumpulan Elang membagi peserta dalam 2 kelompok untuk memastikan masukan dari seluruh perserta dapat didengar dan diskusi dapat dilakukan.
Pemetaan modalitas Provinsi Kalimantan Barat dilakukan oleh LBBT dengan FGD pertama pada 14 Desember 2023 melibatkan OPD dan lembaga swadaya masyarakat. Diskusi kelompok tersebut menemukan bahwa faktor terkait tata kelola kelembagaan dan kapasitas sumber daya manusia muncul sebagai salah satu faktor kunci pada pengembangan kelembagaan iklim dan lingkungan di Kalimantan Barat. Untuk melengkapi hasil identifikasi, LBBT akan melibatkan sektor swasta dan akademisi pada putaran kedua pemetaan.
“Awalnya kami sempat cemas karena belum pernah melakukan FGD dengan instrumen pemetaan Micmac dan Mactor. Kami berusaha dengan membaca lagi panduan yang diberikan, belajar dari pembelajaran kawan mitra lain dan melakukan simulasi,” ungkap Wisda Mecer, peneliti LBBT. Setelah putaran pertama dilalui, LBBT merasakan proses ini adalah pengalaman baru yang sangat berharga karena bisa mengalami sendiri penelitian yang terstruktur, direncanakan dengan matang dan dengan menggunakan metode campuran yang berkontribusi mendorong pembuatan kebijakan iklim dan lingkungan. Hal senada juga disampaikaan oleh empat mitra lain.
Saat ini kelima lembaga sedang dalam proses persiapan FGD lanjutan atau putaran kedua yang akan dilaksanakan pada minggu kedua Januari 2024. Pengalaman menyelenggaran FGD putaran pertama, pembelajaran dari provinsi lain dan koordinasi reguler akan terus dilakukan agar bisa menghasilkan data yang valid melalui proses fasilitasi yang mumpuni.
