Sebagai rangkaian kerjasama Kementerian Dalam Negeri RI dan Perkumpulan Mandala Katalika Indonesia (Manka) dengan dukungan Ford Foundation dalam menjalankan program berupa kajian inisiasi kesiapan pembentukan lembaga pengelola dana lingkungan hidup di daerah, pada 26 Maret 2024 lalu bertempat di Hotel Ashley, Jakarta, berlangsung focus group discussion(FGD) Potensi Pembentukan Kelembagaan dan Pendanaan Daerah untuk Perubahan Iklim. Kegiatan ini sebagai rangkaian dalam Program Inisiasi Kesiapan Pembentukan Lembaga Pengelola Dana Lingkungan Hidup di Daerah.
Pada kesempatan FGD ini hadir Plh. Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Gunawan Eko Movianto, Kasudit BLUD Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian dalam Negeri, R. Wisnu Saputro, SE, MAP, Plh. Direktur Fasilitasi Kelembagaan dan Kepegawaian Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Drs. Paskalis Baylon Meja, dan Direktur Perkumpulan Mandala Katalika, Juliarta Bramansya Ottay. Diskusi dimoderatori oleh Rima Yuliantari Suharin S.STP, dari Subdit Lingkungan Hidup Dirjen Bina Bangda Kemendagri.
Diskusi dibuka dengan sambutan dari Sambutan Plh. Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Gunawan Eko Movianto. Dalam sambutanya beliau mengungkapkan, pemerintah daerah memiliki peran penting dalam perubahan iklim. Distribusi penyaluran dan pengelolaan dana lingkungan kepada daerah penting untuk mengoptimalkan berbagai program dan kegiatan yang berkaitan dengan pelestarian dan pengelolaan lingkungan hidup termasuk perubahan iklim. Pemenuhan target Nationally Determined Contribution (NDC) sendiri memerlukan pendanaan yang besar, sehingga diperlukan upaya pendanaan dari berbagai sumber, baik dari pemerintah maupun dari sumber pendanaan lain sebagai pendukung anggaran pemerintah yang terbatas.
Instrumen ekonomi lingkungan hidup memainkan peran penting dalam pencapaian target NDC terkait perubahan iklim. Adapun instrumen ekonomi lingkungan hidup meliputi, perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi; pendanaan lingkungan; dan insentif/atau disinsentif. Kemendagri sendiri telah melakukan beberapa upaya terkait dengan perubahan iklim salah satunya melalui dukungan kepada pemerintah daerah dalam menetapkan perencanaan daerah termasuk pembiayaan untuk pelaksanaan program dan kegiatan terkait perubahan iklim, diantara NSPK yang ditetapkan kemendagri antara lain melalui Permendagri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah dan pemutakhirannya melalui Kepmendagri Nomor 050-5889 Tahun 2021 tentang Hasil Verifikasi dan Validasi Pemutakhiran Klasifikasi, Kodefikasi dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah.
Permendagri ini merupakan pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyediakan dan menyajikan informasi secara berjenjang dan mandiri untuk digunakan dalam penyusunan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban serta pelaporan kinerja dan keuangan. Adapun aturan ini secara langsung telah mengakomodir perubahan iklim, dimana perubahan iklim menjadi salah satu bagian dari nomenklatur sub-kegiatan urusan lingkungan hidup, salah satunya pada sub kegiatan koordinasi, sinkronisasi dan pelaksanaan pengendalian emisi gas rumah kaca, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
”Kami berharap dengan melalui focus group discussion (FGD) ini kami bisa mendapatkan informasi, arahan dan masukan dari Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah dan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri menuju pengembangan kelembagaan dan pendanaan perubahan iklim di daerah.” Ungkap bapak Gunawan Eko Movianto.
Selanjutnya dalam sambutannya, Direktur Perkumpulan Mandala Katalika, Juliarta Bramansa Ottay mengungkapkan, “Hasil yang diharapkan melalui kerja sama ini mendukung Pemda untuk memberikan pilihan yang baik dalam pembentukan kelembagaan yang nanti akan mengelola kegiatan lingkungan terutama dari aspek pendanaan. Kemudian diharapkan juga sinergi dan manfaat dari peran dan fungsi lembaga BPDLH daerah dengan kebutuhan Ditjen Bangda terutama terkait pembangunan daerah dan partisipasi masyarakat. Kami berharap masyarakat akan mendapat peluang lebih mudah mengakses dana iklim karena lebih dekat di provinsi masing-masing. Selain itu, BPDLH akan mendapatkan manfaat dalam percepatan pembentukan kelembagaan di tingkat daerah yang akan mempermudah distribusi dana dan koordinasi kegiatan terkait dengan lingkungan.”
Untuk topik bahasan pertama yang diangkat adalah “Mekanisme atau Pedoman bagi Pemerintah Daerah untuk Penyelenggaraan BLUD untuk Kegiatan Iklim dan Lingkungan.” Dalam penjelasannya, R. Wisnu Saputro, SE, MAP, Kasubdit BLUD, membahas bahwa BLUD adalah sistem yang diterapkan pada perangkat daerah yang tusinya layanan masyarakat agar diberikan fleksibilitas untuk meningkatkan pelayanan sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan daerah pada umumnya. BLUD tidak lagi menggunakan aturan yang berlaku umum. Ini diamanatkan di aturan teknis BLUD di PerMendagri 79/2018. BLUD itu memiliki jargon peningkatan pelayanan tanpa mencari keuntungan dengan menerapkan praktik bisnis yang sehat. Jadi perangkat pusat pemerintah dengan BLUD esensinya itu untuk peningkatan layanan, efektif, efisien, produktif, termasuk daya saing.
Dalam pembahasan selanjutnya yaitu, “Tata Laksana, Asas dan Prinsip Penataan Kelembagaan di Lingkungan Pemerintah Daerah.” Sebagai narasumber hadir Plh. Direktur Fasilitasi Kelembagaan dan Kepegawaian Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Paskalis Baylon Meja. Dalam pemaparannya beliau menyampaikan, “Bahwa dalam UU 23 diatur untuk penyelenggaraan di daerah berdasarkan asas desentralisasi, asas otonomi, dan tugas pembantuan. Jadi negara berdaulat, masyarakat berotonomi, individu berprivat. Jadi, ketika masuk ke daerah, diselenggarakan oleh penyelenggara kepala daerah dibantu oleh perangkat daerah. Perangkat daerah dibentuk sesuai urusannya masing-masing, bisa berdiri sendiri atau bisa juga digabung”
Dalam rangka pembentukan lembaga Iklim dan Lingkungan di tingkat daerah, kedua narasumber menyampaikan bahwa dibutuhkan dokumen narasi argumentatif yang memuat analisis, rumusan fungsi apa yang diemban, rumusan tugas/pekerjaan, rumusan keluaran, dan rumusan kelembagaan. Selain itu juga perlu menyiapkan rumusan kelembagaan pada saat persiapan, rumusan tata kelola dan rumusan metode evaluasi (termasuk siapa yang menilai jika ada aktivitas ketidakpatuhan). Koordinasi dengan kementerian lain juga dipelukan agar terpadu dan terintegrasi.