Manka dan TNBBBR Mengadakan Workshop Hasil Survei Orangutan dan Sosial Ekonomi Masyarakat di Resor Belaban TNBBBR

Manka workshop

Manka workshop

Workshop orangutan Manka X TNBBBR

Manka, 29 Oktober 2025 – Perkumpulan Mandala Katalika (Manka) bersama Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) mengadakan Workshop “Hasil Survei Populasi Orangutan di Resor Pengelolaan Taman Nasional di Wilayah Belaban Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya dan Kajian Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Belaban Ella”.

Workshop ini dilaksanakan di Convention Hall Kantor Bupati Melawi pada 26 September 2025.  Workshop ini diikuti oleh perwakilan Pemerintah Kabupaten Melawi, Camat Menukung, Perwakilan kelompok desa Belaban, akademisi, serta LSM terkait konservasi. Workshop dimoderatori langsung oleh Antoni Manik, S.H., M.Hum., selaku Kepala UPT KPH Wilayah Melawi.

Manka workshop

Narasumber workshop orangutan Manka X TNBBBR

Kegiatan dibuka oleh Drs. H. Joko Wahyono, M.Si., Asisten Administrasi Umum Sekretaris Daerah Kabupaten Melawi. Bupati Melawi, H. Dadi Sunarya Usfa Yursa, dalam sambutannya yang dibacakan oleh Asisten Administrasi Umum Sekretaris Daerah Kabupaten Melawi, menyampaikan dukungan terhadap upaya konservasi serta menekankan pentingnya kolaborasi berbagai pihak dalam pelestarian keanekaragaman hayati, agar program konservasi dan pemberdayaan masyarakat dapat berjalan sinergis.

Kepala Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya Persada Agussetia Sitepu, S.Hut., M.Si., dalam sambutannya yang dibacakan oleh Kepala SPTN Wilayah I, Firasadi Nursub’i, menekankan bahwa Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) merupakan satwa endemik berstatus Critically Endangered dan memiliki peran penting sebagai indikator kesehatan ekosistem hutan hujan tropis.

Ia menyampaikan bahwa survei populasi Orangutan di Resor Belaban merupakan langkah penting untuk mengetahui kondisi terkini populasi serta tantangan dalam pengelolaan habitatnya.

Persada Agussetia Sitepu, S.Hut., M.Si., juga menegaskan bahwa keberhasilan konservasi tidak dapat dipisahkan dari aspek sosial ekonomi masyarakat sekitar sehingga pendekatan konservasi berbasis masyarakat menjadi kunci dalam menjaga keseimbangan antara kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat.

Utin Riesna Afrianti, S.Hut., M.P., PEH Ahli Muda dari Balai TNBBBR, membahas tentang pengelolaan taman nasional bukit baka bukit raya, Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) merupakan representasi hutan hujan tropis pegunungan Kalimantan dengan puncak tertinggi Bukit Raya (2.278 m dpl).

Kawasan ini berfungsi penting sebagai catchment area Sub DAS Katingan di Kalteng dan Sub DAS Melawi di Kalbar, sekaligus pusat keanekaragaman hayati di jantung Pegunungan Schwaner. Hingga 2024, tercatat 1.228 jenis tumbuhan dari 126 famili, 64 mamalia, 236 burung, 131 herpetofauna, dan 96 kupu-kupu yang terdata melalui pemantauan fenologi dan camera trap.

Melalui SPTN Wilayah I Nanga Pinoh, TNBBBR bersama mitra melaksanakan perlindungan kawasan, pemberdayaan masyarakat, dan pengembangan wisata alam seperti kawasan Belaban km 37 dan pendakian Bukit Raya. Selain itu, berbagai kegiatan pengawetan keanekaragaman hayati, penelitian, pendidikan konservasi, hingga pengembangan bioprospeksi dilakukan sebagai upaya menjaga kelestarian ekosistem sekaligus membuka peluang pemanfaatan berkelanjutan bagi masyarakat sekitar.

Manka staf

Manka

Perkumpulan Mandala Katalika (Manka) yang diwakili oleh Gusti Wicaksono memaparkan hasil survei orangutan dan riset satwa liar di Resor Belaban, Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR).

Survei dilakukan di area seluas 5.000 hektar yang merupakan wilayah kerja Manka dengan kondisi hutan yang masih sangat baik dan didominasi oleh hutan primer bertipe Dipterokarpa dataran rendah. Hasil lapangan mencatat 15 sarang orangutan dengan kepadatan sebesar 49,503 sarang/km² dan perkiraan populasi sekitar 8 individu di area survei.

Rekaman 4 individu orangutan berbeda (termasuk betina orangutan dengan bayi) dari hasil camera trap menandakan bahwa kawasan ini masih menjadi habitat yang layak dan mendukung keberlangsungan populasi orangutan.

Pemantauan kamera jebak tahun 2025 juga mendokumentasikan 42 jenis satwa liar dari 16 ordo dan 25 famili, yang menunjukkan tingginya keanekaragaman hayati di kawasan Belaban. Namun demikian, ditemukan pula ancaman berupa jerat satwa dan aktivitas perburuan yang terekam kamera.

Pada akhir paparannya, Gusti menekankan pentingnya dukungan para pihak untuk memperkuat upaya konservasi melalui program pemantauan jangka panjang dan strategi konservasi berbasis masyarakat guna menjaga keberlangsungan populasi orangutan dan satwa liar lainnya di Resor Belaban. Ia juga menyampaikan bahwa hasil penelitian ini akan menjadi bahan dalam penulisan paper untuk disampaikan ke jurnal ilmiah nasional atau internasional.

Sri Sumarni, S.Hut., M.Si. dari Universitas Kapuas Sintang memaparkan hasil kajian Knowledge, Attitude, and Practice (KAP) serta kondisi sosial ekonomi masyarakat Desa Belaban Ella. Kajian menunjukkan masih adanya ketergantungan tinggi terhadap pemanfaatan sumber daya hutan yang dapat menimbulkan tekanan terhadap ekosistem. Sementara itu, hasil survei KAP memperlihatkan bahwa masyarakat memiliki tingkat pengetahuan dan sikap yang baik terhadap konservasi, tetapi penerapannya di lapangan masih terbatas.

Ia menekankan pentingnya pelatihan, peningkatan kapasitas, serta penguatan program konservasi agar praktik konservasi dapat diterapkan secara lebih efektif dan berkelanjutan. Selain itu, penguatan pemberdayaan perempuan serta pelestarian adat dan budaya juga menjadi aspek penting dalam strategi pembangunan berkelanjutan, guna mendorong masyarakat mengembangkan alternatif mata pencaharian di luar sektor kehutanan.

Wokshop Manka

Sesi diskusi

Sesi diskusi interaktif menghasilkan sejumlah rekomendasi penting, seperti perlunya pelatihan dan penyuluhan konservasi berbasis masyarakat, dukungan lintas pihak terutama dari pemerintah daerah, serta program pemantauan satwa liar jangka panjang yang melibatkan masyarakat.

Antusiasme peserta mencerminkan komitmen bersama dalam menjaga kelestarian orangutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kolaborasi berkelanjutan antara pemerintah, akademisi, LSM, dan komunitas lokal diharapkan dapat mendorong masyarakat mengembangkan praktik konservasi dan mata pencaharian berkelanjutan sehingga Desa Belaban menjadi contoh integrasi antara pelestarian alam dan upaya peningkatkan kegiatan perekonomian masyarakat yang berkelanjutan.